Kamis, 11 November 2010

fana' dan baqa'

AL-FANA’ dan AL-BAQO’

 AL-FANA’
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana’ berbeda dengan al-fasad (rusak). Fana’ artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Dalam hubungan ini Ibnu Sina ketika membedakan antara benda-benda yang bersifat samawiyah dan benda-benda yang bersifat alam, mengatakan bahwa keberadaan benda alam itu atas dasar permulaannya, bukan atas dasar perubahan bentuk yang satu kepada bentuk lainnya dan hilangnya benda alam itu dengan cara fana’.
Untuk mencapai “ Liqa’ Allah “ ( pertemuan dengan Allah ) menurut penjelasan dalam surat Al-Kahfi : 110, ada dua kewajiban yang harus dijalankan terlebih dahulu:
1. Mengerjakan amal sholeh ,dengan menghilangkan segala sifat tercela dan menetapkan sifat-sifat terpuji.
2. Meniadakan segala sesuatu termasuk dirinya, sehingga yang ada hanyalah Allah semata dalam beribadah. Inilah yang dimaksud menfana’kan diri.
Penghancuran diri itulah fana’ yang dicari oleh kaum shufi yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Banyak tokoh shufi yang telah mengatakan tentang fana’. Dalam sejarah tasawuf, Saydina Ali Bin Abi Tholib. Ia berkata : ”dan dalam fana’ ku(leburku) leburlah kefana’ anku, tetapi didalam keadaanku itulah aku mendapatkan Tuhan Allah.
Hakikat dari fana’ itu sendiri , dalam hal ini Al-Qusayri telah mengemukakan bahwa fana’ adalah lenyapnya indrawi. Tanda-tanda khasyaf adalah :
1. Ia fana’ dari dirinya sebab Tuhan telah nampak.
2. Ia fana’ dari sifat-sifat Tuhan , sebab rahasia ke-Tuhanan telah nampak.
3. ia fana’ terhadap segala yang bersangkutan sifatnya, sebab Tahqiqnya dzatullah.
Tanda mendapatkan Dzatullah adalah apabila kamu telah selesai saat dalam keadaan di atas .Fana’ mempunyai empat tingkatan yaitu :
1. Fana’ Fi.Af Alillah.
”Tiada perbuatan melainkan Allah”.
Tingkat pertama ini , seseorang telah mulai dimana akal pikiran mulai tidak lagi berjalan, melainkan terjadi dengan ilham , tiba-tiba nur Illahi terbit dengan hati sanubari , kehadiran hati besama Allah dalam situasi manapun, gerak dan diam telah lenyap menjadi gerak dan diamnya Allah .Dalam tingat fana’ ini hacurlah hijab dan kegelapan yakni , semua itu telah fana’ dan dengan fana’nya itu maka yang ada hanyalah Nur Iman dan Taukhid.

2. Fana’ Fisshifat
” Tiada yang hidup sendiri melainkan Allah”
Fana’ tingkat ini , seseorang sudah mulai dalam situasi putusnya diri dari alam indrawi dan mulai lenyapnya segala sifat kebendaan. Dalam arti bahwa situasi mematikan diri dan menisbatkan sifat Allah , menfana’ kan sifat-sifat diri ke dalam ke baqaan Allah yang mempunyai sifat sempurnya . Firman Allah dalam Al-Hasyr : 23, artinya:
” Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia , Maha Raja , Maha Suci,Yang Maha Sejahtera , yang mengaruniakan keamanan , Yang Maha Memelihara , Yang Maha Perkasa , Yang Maha Kuasa ,Yang Maha memiliki segala ke-Agungan ! Maha suci Allah dari segala apa mereka persekutukan.”. (Qs.Al-Hasyr 123)

3. Fana’ Fil Asma
” Tiada yang patut dipuji melainkan Allah.”
Pada tingkat ketiga ini seseorang sudah lebih dalam lagi fana’nya. Segal sifat keinsananya telah lenyap sama sekali dari alam wujud yang gelap ini , masuk ke dalam alam ghoib.

4. Fana’ Fidz Dzat
” Tiada wujud secara mutlak melainkan Allah”.
Pada fana’ yang ke empat ini seseorang telah memperoleh perasaan batin pada suatu keadaan yang tak berisi, tiada lagi kanan dan kiri. Tidak ada depan dan belakang .dia telah mencapai martabat”syuhudul Haqqi bil Haqqi” .Dia telah lenyap dari dirinya ssendiri, dalam keadaan mana hanya dalam kebaqa’an Allah semata.
Dapat disimpulkan ringkasannya bahwa segalanya telah hancur lebur, kecuali wujud yang mutlak . Dan dapat juga diambil kesimpulan akhir yaitu dapat diambil penegrtian masalah fana’ yaitu membersihkan diri lahir batin , menfana’ kan segala penyerupaan-penyerupaan Allah dari sifat-sifat kekurangan .kebaruan.
Hikmah fana’ antara lain:
1. Dengan adanya fana’ kita dapat mengetahuidan mengerti tentang pentaukidan Tuhan semurni-murninya dalam arti tiada wujud mutlaq kecuali hanya Allah.
2. Ma’rifat billah semurni-murninya tidak sekedar dengan pengakuan adanya dan ke-Esaan saja dengan ucapan kalimat syahadat tetapi mengenal Tuhan dalam arti ”ma’rifat”.
 AL-BAQA’
Baqa’ merupakan akibat dari fana’. Secara harfiah baqa’ berarti kekal. Sedang menurut yang dimaksud sufi baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia karena lenyapnya (fana’) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat Ilahiah. Dalam istilah tasawuf fana’ dan baqa’ datang beriringan, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ahli tasawuf:
”Apabila tampaklah nur kebaqaan maka fanalah yang tiada dan baqa’lah yang kekal.”
Jadi baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat untuk mencapai baqa’ itu dilakukan usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir, beribadah dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji.
Ketika Abu yazid telah fana’ dan mencapai baqa’ maka dari mulutnya keluarlah kata-kata yang ganjil, yang jika tidak hati-hati memahaminya akan menimbulkan kesan seola-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai Tuhan. Padahal yang sesungguhnya ia tetap manusia yaitu manusia yang mengalami pengalaman bathin bersatu dengan Tuhan. Diantara ucapan ganjil yang keluar dari dirinya yaitu: ”tidak ada Tuhan selain saya, amat sucilah saya”.

Sumber bacaan:
Mz,Labib.2000.Memahami Ajaran Tasowuf.Surabaya:Tiga Dua.
Nata,Abuddin.2003.Akhlak Tasawuf.Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar